Anak Rantau, Rindu Ibu
Oleh
Reni Marlina
Saat
kuterbangun. Sosoknya tak ada di sampingku. Ini mimpi? Aku yang belum terbiasa
ditinggal sosokmu. Ingat, saat kudulu. Saat makan, ku disuapi. Tidur pun ingin
selalu ditemani sosokmu. Sekarang berbeda semenjak aku di sini. Tempat di mana
aku tak bisa melihat mu setiap waktu seperti dulu. Ah, aku rindu. Saat
teman-teman mengejekku, sosokmulah yang membelaku. Kau pegang tangan ini, kau
peluk, kau rangkul. Ah, Aku benar rindu.
Andai
kau tahu. Sekarang, aku sudah dewasa. Usiaku sudah tak seperti dulu lagi. Aku
sekarang berada jauh darimu. Aku pun melakukan apa yang kau lakukan dulu
terhadapku. Benar, rasanya lelah sekali. Saat makan, aku harus mencari makanan
sendiri. Saat menangis pun aku berusaha memenangkan hati ini sendiri. Namun,
aku yakin. Sosokmu dulu tak akan pernah lelah. Jerih payahmu terhadapku begitu
luar biasa.
Entah
apa yang harus dikata. Jika ku mendengar kata “Ibu” engkaulah Ratu dalam
hidupku. Aku tak tahu, mengapa sekarang kesibukanku di sini seakan lupa akan
jasamu. Aku belum bisa membayar jasamu, Bu. Sungguh, takkan terbayar dengan
apapun. Kau doakanku setiap malam. Sungguh, kumerasa. Kutakjub.
Duhai
Ratuku, aku tak bisa menjelma sepertimu. Sosok tangguh yang luar biasa. Aku tak
serutin dulu mengabarimu. Tapi dalam hati ku, selalu merindu sosok mu. Sangat
merindu. Bu, kau tahu. Disini banyak orang yang memberikanku pelajaran tentang
arti kehidupan. Kau jangan khawatir bu. Aku disini, bisa jaga diri. Karena doa
mu lah, aku disini tetap kuat dan bertahan, Bu. Sungguh..
Duhai
Ratuku, aku disini begitu merindu mu. Hari ini, adalah hari mu. Namun, buatku
semua hari adalah spesial untuk mu. Di saat sukses nanti,. Aku yakin, bukan
setumpuk Emas yang kau harapkan dalam kesuksesan ku, bukan gulungan uang yang
kau minta dalam keberhasilanku, bukan juga sebatang perunggu dalam kemenangan
ku, tapi keinginan hati mu membahagiakan aku.
Meski
kita jauh sekarang, aku yakin Bu. Kau pasti menceritakan kedewasaanku pada
semua orang. Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang
lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling
menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun
keluarga, kecuali anak.
Bu,
Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang
usianya. aku pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu
pinta yang sering terucap dari bibir mu, "Bila ibu meninggal, ibu ingin
anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku
kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu
anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih
& shalihat sejak kecil," ujarnya.
Duhai
Ratuku, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak
ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta
sebenarnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang hanya punya satu
mata pelajaran, yaitu "cinta". Sekolah yang hanya punya satu guru
yaitu "pecinta". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama:
"anakku tercinta".
~