Kamis, 06 Juli 2017

Berdamai Dengan Hati



Sekapur Sirih Edisi 51





Berdamai Dengan Hati
















Oleh: Tangguh Tunggalaye

Adalah suatu hal yang sulit ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan, misalnya saat kita membutuhkan ketenangan karena sedang butuh konsentrasi untuk menulis, tapi keadaan dimana kita berada tak mendukung untuk itu, karena keadaan yang berisik. Tentunya kita akan kecewa dengan keadaan itu. Ini hanya contoh sederhana.

Perasaan kecewa merupakan sebuah ungkapan rasa pedih karena gagalnya sebuah harapan, kerja keras, usaha, maupun upaya atau apa yang telah direncanakan. Bisa juga rasa sedih atau sakit karena gagalnya sebuah cinta yang kita rasakan terhadap seseorang, tidak bisa terbalaskan atau bahkan disakiti. Kata kecewa akan lebih sering lagi dirasakan bila suatu kepercayaan yang kita berikan terhadap seseorang diingkari atau dikhianati, apalagi kepercayaan tersebut dikhianati oleh orang yang sangat kita sayangi, maka rasa kecewa tersebut akan menimbulkan sebuah kebencian dan lama kelamaan akan menjadi sebuah dendam.

Hidup memang selalu punya cara untuk membuat kita kecewa. Ada-ada saja hal diluar perkiraan yang tiba-tiba datang menghancurkan kerja keras, usaha, harapan dan kebahagiaan kita, yang membuat kita sedih, kecewa bahkan mengutuk hidup.

Kita juga bisa sakit hati apabila dikecewakan seseorang, misalnya sewaktu putus cinta, perkawinan berantakan, anak membangkang, rekan tidak setia, atau sahabat tidak tahu berterimakasih. Yang paling pedih adalah dikhianati oleh pasangan hidup kita yang berselingkuh dengan orang lain yang lebih muda. Oleh sebab itu, karena kita hidup di antara orang-orang yang tidak sempurna dan pada masa yang sulit, ada saja hal yang bisa membuat kita kecewa. Hal seperti itulah yang akan selalu mengganjal di hati kita.

Menerima kenyataan pahit seringkali lebih sulit dibandingkan menerima kenyataan manis yang melampaui harapan. Sangat manusiawi dan wajar nampaknya, hal seperti ini pasti bisa berlaku pada semua orang. Hanya saja beberapa orang mungkin sudah lebih mampu mengatur hatinya agar senantiasa bisa menerima keadaan. Mereka bisa begitu tentu tidak mudah, melainkan melewati proses yang kita tak pernah tahu seberapa lama.

Kepedihan yang dirasakan, seringkali membuat kebahagiaan lain yang pernah dialami, seketika terenggut dari ingatan kita. Apalagi jika ditambah prasangka buruk terhadap takdir. Lagi-lagi kita diingatkan tentang tidak menerima takdir. Menolak kenyataan sama saja kita telah menghujat kehendak Tuhan. Padahal tidak ada takdir buruk. Yang ada hanya takdir yang tidak sesuai harapan manusia yang ilmu dan kemampuannya terbatas. Kita tidak pernah mampu menterjemahkan takdir hidup kita, padahal semua itu atas izin Tuhan belaka. Takdir itu akan tetap terjadi, dan kenyataan itu tetap harus kita jalani sampai batas waktu yang sudah dituliskan.

Ada kalanya kita berada dalam suatu keadaan yang kurang menguntungkan. Suatu suasana dimana ego kita merasa tertekan, sebuah situasi yang bagi kita terasa menjemukan. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali hanya diam menahan pedih, menyimpan sesak, menelan pahit. Seolah-olah keadaan tidak berpihak kepada kita, keadaan justru berubah menjadi musuh yang hendak menerkam kita. Di saat itulah kita perlu berdamai dengan keadaan.

Berdamai dengan memandang keadaan dari sisi yang berbeda. Berdamai untuk menciptakan suatu keadaan yang menyamankan kita. Berdamai untuk memberikan kebaikan bagi semua. Berdamai dengan keadaan yang akan membuat kita bangkit, membuat gairah menyala dan semangat berkobar walau sebenarnya keadaan itu cukup menjadi alasan untuk menyerah. Tapi berdamai merupakan sebuah jalan tengah yang terbaik. Mengatur strategi, memutar kondisi dan mencari celah untuk menjadi lebih baik lagi. Artinya berupaya bangkit lagi.

Berdamai dengan hati, bukan sebuah konsekuensi mudah. Di sana ada sedikit rasa penyerahan, ada ego kekalahan, ada sebuah penyesalan atas ketidakberdayaan. Namun berdamai bukan berarti kita luluh, bukan bermakna kita takluk, pun tidaklah diartikan kalah. Berdamai adalah sebuah seni untuk menaklukkan keadaan dengan cara selembut mungkin, dengan manuver seindah mungkin dan dengan hasil sebaik mungkin.

Sesabar dan setegar apapun seseorang, pasti jiwanya terusik ketika merasa kehilangan. Memang tidak mudah menyandingkan kata rela dan ikhlas dengan rasa kehilangan yang kita hadapi. Tetapi bukan juga kita mesti larut dan tenggelam dalam kehilangan tersebut. Harus ada saatnya kita sadar dan berdamai dengan keadaan. Itulah seni hidup.

Namun jika kita cukup bijaksana untuk mau melihat bahwa hidup itu kejam, maka kita akan melihat sesuatu yang berbeda. Kita tidak akan lagi melihat hidup sebagai sesuatu yang getir, melainkan sesuatu yang baik. Ya, hidup memang kadang mengecewakan, namun alasan dibaliknya bukanlah untuk membuat kita kecewa, melainkan ingin memberikan kita pelajaran agar menjadi lebih baik. Setiap masalah, kekecewaan, dan hal-hal buruk yang muncul dihadapan kita adalah tangan Tuhan yang menyodorkan kesempatan untuk belajar.

Banyak dari kita cenderung membesar-besarkan hal negatif sewaktu mengalami kekecewaan. Sewaktu dikecewakan orang, kita mudah merasa kesal dan getir. Kekecewaan bisa dipandang sebagai pengalaman yang harus dilalui dalam perjalanan menuju keberhasilan. Kita mungkin kecewa terhadap diri sendiri sewaktu kita berbuat dosa. Namun, kita dapat pulih jika kita mengambil tindakan yang benar dan tegas serta maju terus. Untuk itu mari kita coba berdamai dengan hati kita…

Ketika kecewa, kita kadang tak mampu berpikir jernih dan menerimanya begitu saja. Namun pada akhirnya kita selalu dihadapkan pada hikmah-hikmah akan kecewa tersebut. Tak jarang ketika seorang kikir kehilangan hartanya, ia akan segera introspeksi diri dan menyadari bahwa dalam hartanya ada hak orang lain. Seorang suami yang telah menelantarkan keluarganya, suatu ketika akan menangis menyadari kekeliruannya. Tak jarang pula ketika seorang isteri yang mengaku khilaf dan telah menyia-nyiakan suaminya demi hal lain dengan berselingkuh. Khianat selingkuh itu biasanya karena dorongan syahwatnya yang tak terbendung untuk ditiduri oleh lelaki lain. Sangat bejat memang perbuatannya, tapi yakinlah bahwa suatu saat dia akan sadar, menyesali dirinya yang sudah bernoda najis. Ketahuilah, tidak ada hasil yang baik dari perbuatan selingkuh, hanya petualangan birahi syahwat belaka. Akhirnya, pada suatu waktu dia akan tobat dan memperbaiki diri, walaupun akan berbeban penyesalan yang kadangkala pilu.

Ada banyak penyebab kekecewaan. Bagaimana caranya agar hal-hal itu tidak sampai merampas kebahagiaan kita? Oleh karenanya jangan terlalu memanjakan perasaan. Selalu yakin bahwa Allah Swt tengah memberi bimbingan untuk kehidupan yang lebih baik. Tuhan tentu menyelipkan makna di segala peristiwa yang kita alami. Maka serahkanlah bagian dari skenario Tuhan tersebut dan berdoa semoga kita bisa segera melalui dan berdamai dengannya.

Emosi ketika merasa kecewa bisa kita redam dengan tak mengungkit-ungkitnya. Misalnya ketika kita kehilangan sesuatu barang berharga, selain bertindak untuk mencari, alangkah lebih baik kita tidak tidak larut untuk terus membicarakan dan mengeluhkannya. Sebab, dengan berkeluh-kesah saja barang tersebut tak akan kembali dan bukan tak mungkin kita malah akan larut dalam kesedihan. Kadang kita mesti menetralisir emosi dan pikiran, barulah kita siap untuk memaafkan keadaan dan berdamai dengan takdir Tuhan.

Waktu selalu menyediakan diri untuk kita tangisi pada saat kehilangan. Kesedihan dan rasa kecewa akan merongrong kita. Namun jangan terlalu terbuai dengan duka tersebut, sebab toh kita masih memiliki detik-detik ke depan yang masih penuh harapan. Cukuplah kesedihan itu hanya bersifat sementara, selanjutnya kita masih punya target-target hidup. Semua target itu lebih memerlukan perhatian kita dibanding dengan kesedihan yang menguras segalanya. Dan kembalilah menyibukkan diri dengan kegiatan dan orang-orang sekitar, demi kehidupan lebih baik ke depan.

Sebelum memaafkan orang maupun keadaan, berusahalah memaafkan diri sendiri. Perasaan negatif yang memenuhi hati ketika kecewa justru akan membangkitkan rasa perih dan kehancuran. Maafkan diri sendiri, terima kenyataan dan undang perasaan positif. Ada saatnya waktu menyembuhkan segala luka akibat kecewa. Ketika kekecewaan tersebut telah pulih, buka diri dengan dunia dan pergaulan lebih luas. Kembali menjalin relasi dan menyibukkan diri, barangkali tak hanya di dunia nyata namun juga bias di dunia maya.

Jika tidak siap berhadapan kembali dengan kesedihan, jangan dulu terpancing dengan kisah masa lalu yang pahit. Mari berdamai dengan keadaan, mari berdamai dengan hati. Alangkah baiknya untuk itu kita simak quote dari Paulo Coelho berikut: “Make peace with your past so it won’t destroy your present.”

(Jakarta, 4 Juli 2017)

***