Sekapur Sirih Edisi 51
Berdamai Dengan Hati
Oleh: Tangguh Tunggalaye
Adalah suatu hal yang
sulit ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak sesuai dengan
harapan, misalnya saat kita membutuhkan ketenangan karena sedang butuh
konsentrasi untuk menulis, tapi keadaan dimana kita berada tak mendukung untuk
itu, karena keadaan yang berisik. Tentunya kita akan kecewa dengan keadaan itu.
Ini hanya contoh sederhana.
Perasaan kecewa
merupakan sebuah ungkapan rasa pedih karena gagalnya sebuah harapan, kerja
keras, usaha, maupun upaya atau apa yang telah direncanakan. Bisa juga rasa
sedih atau sakit karena gagalnya sebuah cinta yang kita rasakan terhadap
seseorang, tidak bisa terbalaskan atau bahkan disakiti. Kata kecewa akan lebih
sering lagi dirasakan bila suatu kepercayaan yang kita berikan terhadap
seseorang diingkari atau dikhianati, apalagi kepercayaan tersebut dikhianati
oleh orang yang sangat kita sayangi, maka rasa kecewa tersebut akan menimbulkan
sebuah kebencian dan lama kelamaan akan menjadi sebuah dendam.
Hidup memang selalu
punya cara untuk membuat kita kecewa. Ada-ada saja hal diluar perkiraan yang
tiba-tiba datang menghancurkan kerja keras, usaha, harapan dan kebahagiaan
kita, yang membuat kita sedih, kecewa bahkan mengutuk hidup.
Kita juga bisa sakit
hati apabila dikecewakan seseorang, misalnya sewaktu putus cinta, perkawinan
berantakan, anak membangkang, rekan tidak setia, atau sahabat tidak tahu
berterimakasih. Yang paling pedih adalah dikhianati oleh pasangan hidup kita
yang berselingkuh dengan orang lain yang lebih muda. Oleh sebab itu, karena
kita hidup di antara orang-orang yang tidak sempurna dan pada masa yang sulit, ada
saja hal yang bisa membuat kita kecewa. Hal seperti itulah yang akan selalu
mengganjal di hati kita.
Menerima kenyataan
pahit seringkali lebih sulit dibandingkan menerima kenyataan manis yang
melampaui harapan. Sangat manusiawi dan wajar nampaknya, hal seperti ini pasti bisa
berlaku pada semua orang. Hanya saja beberapa orang mungkin sudah lebih mampu
mengatur hatinya agar senantiasa bisa menerima keadaan. Mereka bisa begitu
tentu tidak mudah, melainkan melewati proses yang kita tak pernah tahu seberapa
lama.
Kepedihan yang
dirasakan, seringkali membuat kebahagiaan lain yang pernah dialami, seketika
terenggut dari ingatan kita. Apalagi jika ditambah prasangka buruk terhadap
takdir. Lagi-lagi kita diingatkan tentang tidak menerima takdir. Menolak
kenyataan sama saja kita telah menghujat kehendak Tuhan. Padahal tidak ada
takdir buruk. Yang ada hanya takdir yang tidak sesuai harapan manusia yang ilmu
dan kemampuannya terbatas. Kita tidak pernah mampu menterjemahkan takdir hidup
kita, padahal semua itu atas izin Tuhan belaka. Takdir itu akan tetap terjadi,
dan kenyataan itu tetap harus kita jalani sampai batas waktu yang sudah
dituliskan.
Ada kalanya kita
berada dalam suatu keadaan yang kurang menguntungkan. Suatu suasana dimana ego
kita merasa tertekan, sebuah situasi yang bagi kita terasa menjemukan. Tak ada
yang bisa dilakukan kecuali hanya diam menahan pedih, menyimpan sesak, menelan
pahit. Seolah-olah keadaan tidak berpihak kepada kita, keadaan justru berubah
menjadi musuh yang hendak menerkam kita. Di saat itulah kita perlu berdamai
dengan keadaan.
Berdamai dengan
memandang keadaan dari sisi yang berbeda. Berdamai untuk menciptakan suatu
keadaan yang menyamankan kita. Berdamai untuk memberikan kebaikan bagi semua.
Berdamai dengan keadaan yang akan membuat kita bangkit, membuat gairah menyala
dan semangat berkobar walau sebenarnya keadaan itu cukup menjadi alasan untuk
menyerah. Tapi berdamai merupakan sebuah jalan tengah yang terbaik. Mengatur
strategi, memutar kondisi dan mencari celah untuk menjadi lebih baik lagi.
Artinya berupaya bangkit lagi.
Berdamai dengan hati,
bukan sebuah konsekuensi mudah. Di sana ada sedikit rasa penyerahan, ada ego
kekalahan, ada sebuah penyesalan atas ketidakberdayaan. Namun berdamai bukan
berarti kita luluh, bukan bermakna kita takluk, pun tidaklah diartikan kalah.
Berdamai adalah sebuah seni untuk menaklukkan keadaan dengan cara selembut
mungkin, dengan manuver seindah mungkin dan dengan hasil sebaik mungkin.
Sesabar dan setegar
apapun seseorang, pasti jiwanya terusik ketika merasa kehilangan. Memang tidak
mudah menyandingkan kata rela dan ikhlas dengan rasa kehilangan yang kita
hadapi. Tetapi bukan juga kita mesti larut dan tenggelam dalam kehilangan
tersebut. Harus ada saatnya kita sadar dan berdamai dengan keadaan. Itulah seni
hidup.
Namun jika kita cukup
bijaksana untuk mau melihat bahwa hidup itu kejam, maka kita akan melihat
sesuatu yang berbeda. Kita tidak akan lagi melihat hidup sebagai sesuatu yang
getir, melainkan sesuatu yang baik. Ya, hidup memang kadang mengecewakan, namun
alasan dibaliknya bukanlah untuk membuat kita kecewa, melainkan ingin
memberikan kita pelajaran agar menjadi lebih baik. Setiap masalah, kekecewaan,
dan hal-hal buruk yang muncul dihadapan kita adalah tangan Tuhan yang
menyodorkan kesempatan untuk belajar.
Banyak dari kita
cenderung membesar-besarkan hal negatif sewaktu mengalami kekecewaan. Sewaktu
dikecewakan orang, kita mudah merasa kesal dan getir. Kekecewaan bisa dipandang
sebagai pengalaman yang harus dilalui dalam perjalanan menuju keberhasilan.
Kita mungkin kecewa terhadap diri sendiri sewaktu kita berbuat dosa. Namun,
kita dapat pulih jika kita mengambil tindakan yang benar dan tegas serta maju
terus. Untuk itu mari kita coba berdamai dengan hati kita…
Ketika kecewa, kita kadang tak mampu berpikir jernih dan
menerimanya begitu saja. Namun pada akhirnya kita selalu dihadapkan pada
hikmah-hikmah akan kecewa tersebut. Tak jarang ketika seorang kikir kehilangan
hartanya, ia akan segera introspeksi diri dan menyadari bahwa dalam hartanya
ada hak orang lain. Seorang suami yang telah menelantarkan keluarganya, suatu
ketika akan menangis menyadari kekeliruannya. Tak jarang pula ketika seorang isteri
yang mengaku khilaf dan telah menyia-nyiakan suaminya demi hal lain dengan berselingkuh.
Khianat selingkuh itu biasanya karena dorongan syahwatnya yang tak terbendung untuk
ditiduri oleh lelaki lain. Sangat bejat memang perbuatannya, tapi yakinlah
bahwa suatu saat dia akan sadar, menyesali dirinya yang sudah bernoda najis. Ketahuilah,
tidak ada hasil yang baik dari perbuatan selingkuh, hanya petualangan birahi
syahwat belaka. Akhirnya, pada suatu waktu dia akan tobat dan memperbaiki diri,
walaupun akan berbeban penyesalan yang kadangkala pilu.
Ada banyak penyebab
kekecewaan. Bagaimana caranya agar hal-hal itu tidak sampai merampas
kebahagiaan kita? Oleh karenanya jangan terlalu memanjakan perasaan. Selalu
yakin bahwa Allah Swt tengah memberi bimbingan untuk kehidupan yang lebih baik.
Tuhan tentu menyelipkan makna di segala peristiwa yang kita alami. Maka
serahkanlah bagian dari skenario Tuhan tersebut dan berdoa semoga kita bisa
segera melalui dan berdamai dengannya.
Emosi ketika merasa kecewa
bisa kita redam dengan tak mengungkit-ungkitnya. Misalnya ketika kita
kehilangan sesuatu barang berharga, selain bertindak untuk mencari, alangkah
lebih baik kita tidak tidak larut untuk terus membicarakan dan mengeluhkannya.
Sebab, dengan berkeluh-kesah saja barang tersebut tak akan kembali dan bukan
tak mungkin kita malah akan larut dalam kesedihan. Kadang kita mesti
menetralisir emosi dan pikiran, barulah kita siap untuk memaafkan keadaan dan
berdamai dengan takdir Tuhan.
Waktu selalu
menyediakan diri untuk kita tangisi pada saat kehilangan. Kesedihan dan rasa
kecewa akan merongrong kita. Namun jangan terlalu terbuai dengan duka tersebut,
sebab toh kita masih memiliki detik-detik ke depan yang masih penuh harapan.
Cukuplah kesedihan itu hanya bersifat sementara, selanjutnya kita masih punya
target-target hidup. Semua target itu lebih memerlukan perhatian kita dibanding
dengan kesedihan yang menguras segalanya. Dan kembalilah menyibukkan diri
dengan kegiatan dan orang-orang sekitar, demi kehidupan lebih baik ke depan.
Sebelum memaafkan
orang maupun keadaan, berusahalah memaafkan diri sendiri. Perasaan negatif yang
memenuhi hati ketika kecewa justru akan membangkitkan rasa perih dan kehancuran.
Maafkan diri sendiri, terima kenyataan dan undang perasaan positif. Ada saatnya
waktu menyembuhkan segala luka akibat kecewa. Ketika kekecewaan tersebut telah
pulih, buka diri dengan dunia dan pergaulan lebih luas. Kembali menjalin relasi
dan menyibukkan diri, barangkali tak hanya di dunia nyata namun juga bias di
dunia maya.
Jika tidak siap
berhadapan kembali dengan kesedihan, jangan dulu terpancing dengan kisah masa lalu
yang pahit. Mari berdamai dengan keadaan, mari berdamai dengan hati. Alangkah
baiknya untuk itu kita simak quote dari Paulo Coelho berikut: “Make peace with
your past so it won’t destroy your present.”
(Jakarta, 4 Juli 2017)
***