Minggu, 07 Mei 2017

Anak Rantau, Rindu Ibu





Anak Rantau, Rindu Ibu

 

Oleh Reni Marlina


Saat kuterbangun. Sosoknya tak ada di sampingku. Ini mimpi? Aku yang belum terbiasa ditinggal sosokmu. Ingat, saat kudulu. Saat makan, ku disuapi. Tidur pun ingin selalu ditemani sosokmu. Sekarang berbeda semenjak aku di sini. Tempat di mana aku tak bisa melihat mu setiap waktu seperti dulu. Ah, aku rindu. Saat teman-teman mengejekku, sosokmulah yang membelaku. Kau pegang tangan ini, kau peluk, kau rangkul. Ah, Aku benar rindu.

Andai kau tahu. Sekarang, aku sudah dewasa. Usiaku sudah tak seperti dulu lagi. Aku sekarang berada jauh darimu. Aku pun melakukan apa yang kau lakukan dulu terhadapku. Benar, rasanya lelah sekali. Saat makan, aku harus mencari makanan sendiri. Saat menangis pun aku berusaha memenangkan hati ini sendiri. Namun, aku yakin. Sosokmu dulu tak akan pernah lelah. Jerih payahmu terhadapku begitu luar biasa.

Entah apa yang harus dikata. Jika ku mendengar kata “Ibu” engkaulah Ratu dalam hidupku. Aku tak tahu, mengapa sekarang kesibukanku di sini seakan lupa akan jasamu. Aku belum bisa membayar jasamu, Bu. Sungguh, takkan terbayar dengan apapun. Kau doakanku setiap malam. Sungguh, kumerasa. Kutakjub.

Duhai Ratuku, aku tak bisa menjelma sepertimu. Sosok tangguh yang luar biasa. Aku tak serutin dulu mengabarimu. Tapi dalam hati ku, selalu merindu sosok mu. Sangat merindu. Bu, kau tahu. Disini banyak orang yang memberikanku pelajaran tentang arti kehidupan. Kau jangan khawatir bu. Aku disini, bisa jaga diri. Karena doa mu lah, aku disini tetap kuat dan bertahan, Bu. Sungguh..

Duhai Ratuku, aku disini begitu merindu mu. Hari ini, adalah hari mu. Namun, buatku semua hari adalah spesial untuk mu. Di saat sukses nanti,. Aku yakin, bukan setumpuk Emas yang kau harapkan dalam kesuksesan ku, bukan gulungan uang yang kau minta dalam keberhasilanku, bukan juga sebatang perunggu dalam kemenangan ku, tapi keinginan hati mu membahagiakan aku.

Meski kita jauh sekarang, aku yakin Bu. Kau pasti menceritakan kedewasaanku pada semua orang. Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar. Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak.

Bu, Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. aku pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibir mu, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya. 

Duhai Ratuku, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "anakku tercinta".
~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar