Selasa, 25 April 2017

Perjalanan Seorang Mahasiswa Keperawatan





Perjalanan Seorang Mahasiswa Keperawatan














Oleh: Heroza Harni Skep

Perawat dalam bahasa Inggris: nurse, berasal dari bahasa Latin: nutrix yang berarti merawat atau memelihara, adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai mati.

Perawat bekerja dalam berbagai besar spesialisasi di mana mereka bekerja secara independen dan sebagai bagian dari sebuah tim untuk menilai, merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi perawatan.

Ilmu Keperawatan adalah bidang pengetahuan dibentuk berdasarkan kontribusi dari ilmuwan keperawatan melalui peer-review jurnal ilmiah dan praktik yang dibuktikan berbasis. Ini merupakan bidang yang dinamis praktik dan penelitian yang didasarkan dalam budaya kontemporer dan kekhawatiran itu sendiri dengan baik mainstream dan subkultur terpinggirkan dalam rangka untuk memberikan perawatan budaya paling sensitif dan kompeten.

Saat ini profesi perawat telah mendapatkan perlindungan hukum melalui disahkannya undang undang keperawatan nomor 38 tahun 2014. Dengan adanya undang undang ini diharapakan perawat dapat bekerja sesuai peran profesinya secara lebih profesional, bertanggungjawab dan lebih optimal.

Pendidikan profesi perawat semakin maju, universitas seperti UI (Universitas Indonesia) telah menawarkan spesialisasi dalam pendidikan masternya, diantaranya spesialis keperawatan anak, keperawatan jiwa, keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah.

Pendidikan keperawatan di Indonesia di golongkan menjadi 4 kelompok besar yakni: Pendidikan vokasi, ditempuh dalam waktu 3 tahun untuk diploma 3 dengan gelar 'Ahli Madaya Keperawatan (Amd.Kep) dan 4 tahun untuk vokasi khusus dengan gelar Sarjana Sians Terapan (S.ST). Pendidikan profesional, ditempuh dalam waktu 4 tahun untuk program Sarjana Keperawatan (S.Kep) dan tambahan 1 tahun untuk pendidikan profesi Ners (Ns). Pendidikan Master dan Spesialis, yakni Master Keperawatan (M.Kep) dan terdapat pesialis keperawatan anak, keperawatan jiwa, keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah. Dan Pendidikan doktoral, ditempuh untuk melakukan riset tentang keperawatan.

Bagaimana menempuh pendidikan di bidang keperawatan, tentunya banyak hala yang bisa dibagi. Sebagai mahasiswa yang akan dijalani dalam keperawatan, meski pada proses dan hasilnya bisa berbeda namun ada jalur yang sama yang akan dilewati oleh mahasiswa keperawatan. Ada yang melewati jalur dengan mudah, ada pula yang melewati jalur dengan susah payah bahkan terseok-seok. Saya yang pernah melewati jalur itu harus bilang itu tidak mudah.

Pendidikan keperawatan itu terdiri dari pendidikan Diploma 3 (D3) Keperawatan, S1 Keperawatan, Profesi Ners, S2 Keperawatan, S2 Spesialis Keperawatan. Sebelumnya pernah ada Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) namun dihapuskan oleh Kementerian Kesehatan (KEMENKES) pada tahun 1999 dan semua SPK dikonversi ke Akademi Keperawatan (D3). Adapun sekarang ini banyak Sekolah menengah kejuruan Kesehatan (SMK Kesehatan) sebenarnya bukanlah tingkatan dari sekolah keperawatan, karena siswa yang lulus dari SMK Keperawatan tidak bisa disebut sebagai perawat.

Untuk melanjutkan kuliah sudah pasti harus lulus SMA dulu, ada dua piihan. Bisa kuliah Diploma atau kuliah sarjana. Dilemanya begini, kalau kuliah D3 Keperawatan setelah lulus langsung bisa kerja tapi mentok sebagai perawat pelaksana, untuk naik jabatan harus lanjut kuliah S1, biasanya disebut jalur konversi (Bergelar D3 lanjut S1, kuliah 3 semester). Kalau langsung kuliah S1 itu membutuhkan waktu 4 tahun, kalau kuliah D3 dulu kemudian lanjut S1 itu butuh waktu 4,5 tahun. Yah kalau begitu kenapa tidak langsung kuliah S1 Keperawatan saja?

Sayangnya gelar S1 Keperawatan tidak bisa digunakan melamar pekerjaan, jika itu berhubungan dengan pasien (kasarnya tidak boleh menyentuh pasien). Paling mentok kerja di kefarmasian bagian sales representative, atau kerja sebagai staf bagian administrasi di rumah sakit. Membingungkan memang, D3 Keperawatan boleh menyentuh pasien, eh justru sarjana keperawatan (yang tingkatannya lebih tinggi) justru tidak boleh menyentuh pasien. Untuk bisa menggunakan gelar S1 bekerja harus dilengkapi dengan Gelar Ners.

Ners adalah gelar profesi bagi keperawatan (sama seperti gelar profesi dokter untuk kedokteran), ners bisa dilanjutkan jika telah menyelesaikan pendidikan sarjana keperawatan. Kuliah 4 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana ditambah 1 tahun Praktek (Kuliah di lahan praktek) untuk mendapatkan gelar Ners.

Kalau diawali dengan kuliah D3 berarti butuh waktu 5,5 tahun untuk mencapai gelar ners, tentu saja kalau kuliahnya tidak ada masalah atau langsung melanjutkan kuliah tanpa putus. Kalau lulus SMA langsung kuliah sarjana itu butuh waktu 5 tahun untuk mendapatkan gelar Ners.

Pendidikan sekarang ini memang bukan barang murah, terutama di keperawatan. kuliah keperawatan itu kisaran antara 2,5 sampai 3,5 juta per semesternya (SPP). Itu belum menghitung sumbangan pembangunan (SP), belum termasuk biaya praktek (beberapa institusi memisahkan biaya kuliah dan biaya praktek, SPP hanya diperuntukkan untuk perkuliahan di kampus). Belum lagi buku penunjang kuliah yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Kalau kuliah sarjana selama 4 (empat) tahun itu berarti 8 (delapan) semester, kita seragamkan, misalkan SPP kita ambil Rp. 3.000.000, berarti dibutuhkan Rp. 24.000.000 sampai selesai. Sumbangan pembangunan diperkiran Rp. 4.000.000, biaya buku diperkirakan minimal Rp. 2.000.000 per 2 semester berarti Rp. 8.000.000. Biaya praktek rata-rata Rp. 1000.000 per praktek, jika praktek 9 kali akan berjumlah Rp. 9.000.000. Total sebanyak Rp. 45.000.000.

Itu baru tahap sarjana keperawatan, kalau mau lanjut Ners beda lagi biayanya. Profesi Ners hanya berlangsung 2 semester, namun biaya yang dibutuhkan besar karena pelaksanaannya di lahan praktek. Rata-rata harus merogoh kocek hingga Rp. 20.000.000. Biaya kuliah sarjana ditambahkan biaya kuliah ners mencapai Rp. 65.000.000.

Hitung-hitungan biaya di atas adalah perkiraan saya sendiri, dasarnya adalah pembiayaan di beberapa insituti yg saya ketahui. Kemungkinan jumlahnya lebih besar, tapi saya yakin hanya kemungkinan kecil lebih sedikit. Itupun mengabaikan biaya yang lain seperti biaya hidup sehari-hari, pelatihan, sewa kost, transportasi dan lain-lain.

Lantas, setelah selesai kuliah D3 Keperawatan atau Ners sudah bisa langsung kerja? Oh belum tentu, terutama jika kita belum memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Untuk mendapatkan STR, masih ada satu ujian yang harus dilewati meski sudah dinyatakan lulus oleh kampus, yaitu Uji kompetensi (UKOM). Sebagai bentuk penjagaan kualitas dan ingin menetapkan standar nasional kompetensi keperawatan, uji kompetensi dilaksanakan sejak 2013 (diatur dalam UU No.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dan UU No.38/2014 tentang Keperawatan).

Uji kompetensi Ners adalah salah satu perjalanan mahasiswa keperawatan Sejak pertama kalinya dilakukan di tahun 2013 hingga pelaksanan yang ke 6 (enam), masih ada sekitar 10% yang tidak lulus UKOM meski telah mengikuti UKOM sebanyak 6 kali. Pelaksanaan UKOM 2 kali dalam setahun, 6 kali ujian berarti menghabiskan 3 tahun. Uji kompetensi ini seakan menjadi momok bagi mahasiswa keperawatan, bagaimana tidak? Sudah dinyatakan lulus dari kampus tapi belum diakui kompetensi kalau belum lulus UKOM.

Barulah jika lulus UKOM punya hak untuk diberikan STR, tapi jangan berpikir proses pembuatannya cepat. Menunggu terbitnya STR butuh waktu berbulan-bulan bahkan tahunan (salah satunya teman saya yang menunggu terbit STR setelah 1 (satu) tahun menunggu (diatur dalam Permenkes No. 148 tahun 2010).

Mari berangan-angan UKOM sudah lulus, STR sudah di tangan. Apakah sudah bisa kerja? Tunggu dulu, secara legalitas mengantongi ijasah dan STR itu memang sudah bisa kerja, namun jangan lupa bahwa bukan cuma kita yang mencari kerja, ada banyak orang dengan tujuan yang sama.

Sementara itu pilihan bekerja juga tidak banyak, mau jadi PNS kuota sangat terbatas untuk tenaga kesehatan. Bekerja di rumah sakit swasta pun hanya bisa menampung puluhan orang, ingin jadi dosen pendidikan minimal S2. Membuka klinik harus punya modal banyak dan perijinan sana sini, itupun masih sebatas klinik untuk perawatan luka.

Bekerja tidak sesuai bidang ilmu? Yah ini banyak dengan terpaksa bekerja tidak sesuai dengan bidang ilmu, tuntutan ekonomi menyudutkan mereka harus menyimpang dari jalur keperawatan. Saya punya banyak teman yang bergelar Sarjana Keperawatan + Ners akhirnya bekerja di bank, bagi saya itu tidak salah karena semua orang punya kebutuhan yang harus dipenuhi.

Hebatnya adalah serumit itu dunia keperawatan, ternyata peminatnya tetap masih banyak. Saya ingat waktu ketika akan masuk kuliah keperawatan “Perawat itu selalu ada penerimaan PNS, selalu dibutuhkan, masa depan menjanjikan, karena orang sakit tidak akan pernah habis”. Kalimat yang akhirnya membuat keluarga meminta saya kuliah di keperawatan, supaya gampang cari kerja nantinya.

Sepertinya kalimat itu masih berulang ke beberapa orang yang akhirnya memilih jalur keperawatan. Bagi kalian yang yang berada pada jalur yang sama, SEMANGAT hidup kita sudah digariskan, sisa kita mencari di mana garis itu digoreskan. Salam sejawat perawat.
~