Rabu, 02 Agustus 2017

MEMBANGUN SIRATURRAHIM DENGAN NASI GORENG



MEMBANGUN SIRATURRAHIM 
DENGAN NASI GORENG



Bukan pizza atau burger apalagi minimarket sejuta rakyat Indumart atau Alfumart, yang ada justru nasi goreng. Bagi orang Indonesia nasi goreng memang sudah tidak asing lagi, namun bagi orang luar negeri sana mungkin agak aneh. Bisa jadi mereka menyebut orang Indonesia aneh banget kali ya.

Coba bayangin aja, dari beras yang udah di masak matang menjadi nasi, eh udah matang malah di goreng lagi. Aneh kan! tapi jangan salah, makanan yang satu ini pernah mengisi sendi-sendi perjalanan hidup saya. entah Kala itu dapat wangsit dari mana tiba-tiba saja ada ide yang muncul untuk jualan nasi goreng meski perjalanan usaha tersebut tak semulus kuali nasi gorengnya, namun banyak hal yang bisa saya petik dari kegagalan tersebut.

Nasi goreng merupakan makanan alternatif orang Indonesia ketika malam hari menyambut. Selain makanan ini dapat mengenyangkan perut yang kosong juga punya kelezatan tersendiri serta rasa yang berbeda-beda tiap daerahnya. Semisal saja perbedaan antara nasi goreng di daerah asal saya (Pasuruan JATIM) sama nasi goreng di kediaman sementara saya sekarang ini (Parung-Bogor JABAR).

Nasi goreng di daerah saya, sebut saja dari segi warna, warna lebih umum dengan warna merah saos tomat, meski kadang sebenernya bukan benar-benar saos tomat, melainkan campuran sayur-sayuran seperti wortel, ubi dan lain-lain plus sedikit tambahan pewarna makanan. Sedangkan Untuk saos perasa sendiri lebih banyak memakai saos Raja Rasa. Ketika ada penjual nasi goreng yang tidak mengikuti kaedah-kaedah tersebut, bisa di bilang kurang di minati oleh para pembeli.

Beda daerah beda rasa, untuk Nasi Goreng khas Bogor sini atau daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Dari segi warna lebih umum dan dominan dengan warna hitam karena didominasi dari warna kecap. Sedangkan untuk pemakaian saos perasa lebih sering memakai saos inggris sebagai tambahan aromanya. Sebaliknya, mungkin jika Nasi Goreng di sini memakai warna merah yang meniru khas Jatim bisa jadi kurang diminati oleh pembeli karena tidak sesuai dengan kaedah setempat.

Meski sebenernya tidak pernah ada yang tahu dan mengklaim Rasa dan Warna Nasi goreng mana yang paling benar, karena sampai saat ini pun belum ada undang-undang yang mengatur standarisasi pembuatan Nasi Goreng. Untuk urusan pengolahan nasi goreng, jangan tanya lah. Maklum, sedikit banyak saya pernah berkecimpung di dunia per-Nasi Gorengan. Mulai dari kelas rumah makan, Gerobakan hingga Rumahan.

Yang menarik ternyata nasi goreng bukan hanya mampu menghilangkan rasa lapar, namun juga mampu menghilangkan rasa kedengkian antar partai. Simak saja pertemuan antara Prabowo Subianto (GERINDRA) dan SBY (DEMOKRAT) pada kamis 28 Juli 2017 kemaren. Pertemuan yang membahas  permasalahan kenegaraan tentang UU Pemilu tersebut di bumbui dengan lezatnya Nasi Goreng Cikeas.

Prabowo dalam konferensi pers-nya pun sempat berujar “Nasi goreng Cikeas luar biasa enakny”, artinya nasi goreng itu untuk semua kalangan, penikmat nasi goreng tidak hanya dari kalangan bawah saja. Ternyata Sekelas prabowo juga menjadi penikmat makanan khas Indonesia yang satu ini. bahkan dia sempat mengakui dengan jujur jika rasa nasi goreng tersebut menyaingi rasa nasi goreng Hambalang di kediamanya. Sampai-sampai beliau berkata, “intel Pak SBY ternyata masih kuat, karena mampu mengetahui kelemahan pak Prabowo. Asal di beliin nasi goreng, pak Prabowo setuju-setuju aja.”

Pertemuan yang membahas UU Pemilu tersebut merupakan bagian dari sambutan baik pak SBY setelah beliau mengaku mendapat banyak ajakan untuk bertemu dan menyikapi UU Pemilu setelah DPR mengesahkannya. Lantaran ketika UU Pemilu disahkan SBY lagi berada di luar negri. Menurutnya pengesahan UU Pemilu tesebut merupakan hasil proses politik yang melukai rakyat. Oleh sebab itu perlu adanya komunikasi politik dari berbagai kalangan demi menghindari hal yang dapat merugikan rakyat.

Yang paling mendapat sorotan dari UU pemilu adalah terkait ambang batas presiden atau presidential threshold. Partai atau gabungan partai baru bisa mengajukan calon presiden jika mampu memperoleh 20% perolehan suara DPR atau 25% perolehan suara nasional. Menurutnya ketentuan ini bertentangan dengan prinsip keserentakan dan keluar dari nilai-nilai demokrasi.

Memang dari pertemuan tersebut tak sedikit yang menyebut itu adalah penjajakan koalisi, pak Jokowi sendiri mengatakan, ”Pertemuan Prabowo-SBY baik asalkan untuk kepentingan bangsa.” sebenernya mau di sebut apapun boleh, malah bisa jadi itu juga merupakan pertemuan saling menjajakan bisnis kuliner mereka, yah bisnis Nasi Goreng. Buktinya tak tanggung-tanggung SBY dalam menjamu tamunya. Bukan hanya makananya yang di suguhkan, Beliau juga mendatangkan sekaligus dengan gerobaknya.

(Hurie)
***
 



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar