MEMBANGUN SIRATURRAHIM
DENGAN NASI
GORENG
Bukan pizza atau burger apalagi minimarket sejuta
rakyat Indumart atau Alfumart, yang ada justru nasi goreng. Bagi orang
Indonesia nasi goreng memang sudah tidak asing lagi, namun bagi orang luar negeri
sana mungkin agak aneh. Bisa jadi mereka menyebut orang Indonesia aneh banget kali
ya.
Coba bayangin aja, dari beras yang udah di masak
matang menjadi nasi, eh udah matang malah di goreng lagi. Aneh kan! tapi jangan
salah, makanan yang satu ini pernah mengisi sendi-sendi perjalanan hidup saya.
entah Kala itu dapat wangsit dari mana tiba-tiba saja ada ide yang muncul untuk
jualan nasi goreng meski perjalanan usaha tersebut tak semulus kuali nasi
gorengnya, namun banyak hal yang bisa saya petik dari kegagalan tersebut.
Nasi goreng merupakan makanan alternatif orang
Indonesia ketika malam hari menyambut. Selain makanan ini dapat mengenyangkan perut
yang kosong juga punya kelezatan tersendiri serta rasa yang berbeda-beda tiap
daerahnya. Semisal saja perbedaan antara nasi goreng di daerah asal saya
(Pasuruan JATIM) sama nasi goreng di kediaman sementara saya sekarang ini
(Parung-Bogor JABAR).
Nasi goreng di daerah saya, sebut saja dari segi warna,
warna lebih umum dengan warna merah saos tomat, meski kadang sebenernya bukan
benar-benar saos tomat, melainkan campuran sayur-sayuran seperti wortel, ubi
dan lain-lain plus sedikit tambahan pewarna makanan. Sedangkan Untuk saos
perasa sendiri lebih banyak memakai saos Raja Rasa. Ketika ada penjual nasi
goreng yang tidak mengikuti kaedah-kaedah tersebut, bisa di bilang kurang di
minati oleh para pembeli.
Beda daerah beda rasa, untuk Nasi Goreng khas Bogor
sini atau daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Dari segi warna lebih umum dan
dominan dengan warna hitam karena didominasi dari warna kecap. Sedangkan untuk
pemakaian saos perasa lebih sering memakai saos inggris sebagai tambahan
aromanya. Sebaliknya, mungkin jika Nasi Goreng di sini memakai warna merah yang
meniru khas Jatim bisa jadi kurang diminati oleh pembeli karena tidak sesuai
dengan kaedah setempat.
Meski sebenernya tidak pernah ada yang tahu dan
mengklaim Rasa dan Warna Nasi goreng mana yang paling benar, karena sampai saat
ini pun belum ada undang-undang yang mengatur standarisasi pembuatan Nasi
Goreng. Untuk urusan pengolahan nasi goreng, jangan tanya lah. Maklum, sedikit
banyak saya pernah berkecimpung di dunia per-Nasi Gorengan. Mulai dari kelas
rumah makan, Gerobakan hingga Rumahan.
Yang menarik ternyata nasi goreng bukan hanya mampu
menghilangkan rasa lapar, namun juga mampu menghilangkan rasa kedengkian antar
partai. Simak saja pertemuan antara Prabowo Subianto (GERINDRA) dan SBY
(DEMOKRAT) pada kamis 28 Juli 2017 kemaren. Pertemuan yang membahas permasalahan kenegaraan tentang UU Pemilu
tersebut di bumbui dengan lezatnya Nasi Goreng Cikeas.
Prabowo dalam konferensi pers-nya pun sempat berujar
Nasi goreng Cikeas luar biasa enakny, artinya nasi goreng itu untuk semua
kalangan, penikmat nasi goreng tidak hanya dari kalangan bawah saja. Ternyata
Sekelas prabowo juga menjadi penikmat makanan khas Indonesia yang satu ini.
bahkan dia sempat mengakui dengan jujur jika rasa nasi goreng tersebut
menyaingi rasa nasi goreng Hambalang di kediamanya. Sampai-sampai beliau
berkata, intel Pak SBY ternyata masih kuat, karena mampu mengetahui kelemahan
pak Prabowo. Asal di beliin nasi goreng, pak Prabowo setuju-setuju aja.”
Pertemuan yang membahas UU Pemilu tersebut merupakan
bagian dari sambutan baik pak SBY setelah beliau mengaku mendapat banyak ajakan
untuk bertemu dan menyikapi UU Pemilu setelah DPR mengesahkannya. Lantaran
ketika UU Pemilu disahkan SBY lagi berada di luar negri. Menurutnya pengesahan
UU Pemilu tesebut merupakan hasil proses politik yang melukai rakyat. Oleh
sebab itu perlu adanya komunikasi politik dari berbagai kalangan demi
menghindari hal yang dapat merugikan rakyat.
Yang paling mendapat sorotan dari UU pemilu adalah
terkait ambang batas presiden atau presidential threshold. Partai atau gabungan
partai baru bisa mengajukan calon presiden jika mampu memperoleh 20% perolehan
suara DPR atau 25% perolehan suara nasional. Menurutnya ketentuan ini
bertentangan dengan prinsip keserentakan dan keluar dari nilai-nilai demokrasi.
Memang dari pertemuan tersebut tak sedikit yang
menyebut itu adalah penjajakan koalisi, pak Jokowi sendiri mengatakan,
Pertemuan Prabowo-SBY baik asalkan untuk kepentingan bangsa. sebenernya mau
di sebut apapun boleh, malah bisa jadi itu juga merupakan pertemuan saling
menjajakan bisnis kuliner mereka, yah bisnis Nasi Goreng. Buktinya tak tanggung-tanggung
SBY dalam menjamu tamunya. Bukan hanya makananya yang di suguhkan, Beliau juga
mendatangkan sekaligus dengan gerobaknya.
(Hurie)
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar