Abdurrahman Al-Ghofiqi:
Duka Perang
Uhud, Terulang Kembali
Oleh: Dita Fauziah
Abdurrahman
Al-Ghofiqi merupakan seorang pemimpin muslim Andalusia. Beliau merupakan
seorang ulama dari kalangan Tabi’in yang hidup di zaman Bani Umayyah. Ia
bernama lengkap Abu Said Abdurrahman bin Abdullah bin Bishr bin As-Sarim Al-‘Aki
Al-Ghofiqi.
Al-Ghafiqi
merupakan sosok yang memiliki kezuhudan terhadap dunia dan memiliki kerinduan
mendalam pada syahid di jalan Allah. Al-Ghafiqi
pernah bertemu, menimba ilmu dan belajar akhlak dengan Umar bin Khattab. Pengetahuannya
tentang Al-Qur’an dan Hadits tidak diragukan lagi. Pengalamannya dalam
pertempuran di medan perang juga membuat dirinya dipercaya untuk memimpin
peperangan, salah satu perang yang Ia pimpin adalah Perang Balathu asy-Syuhada
(Perang Tours).
Balathu
asy-Syuhada merupakan perang antara umat muslim melawan pasukan tentara
Perancis yang dipimpin oleh Karel Martel. Perang ini terjadi pada 10 Oktober
732 SM di Kota Poitiers, Perancis.
Pada masa
kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, Samh bin Malik al-Khaulani adalah orang
pertama yang ditunjuk menjadi seorang Gubernur untuk mengurus wilayah Perancis.
Setelah dilantik, kemudian Ia mencari seorang ulama dari kalangan tabi’in yang
masih hidup di wilayah tersebut, dan bertemulah Ia dengan Abdurrahman
Al-Ghafiqi.
Karena
pengetahuan dan akhlaknya yang luar biasa tersebut, Al-Ghafiqi ditawarkan
jabatan untuk mengurus wilayah Andalusia. Namun Al-Ghafiqi menolaknya dengan
alasan Ia datang ke daerah tersebut hanya untuk mengetahui batas daerah kaum
muslimin dan daerah musuh. Ia hanya meniatkan dirinya untuk menegakkan kalimat
Allah. Dan Ia akan selalu mengikuti perintah selama pemimpin tersebut taat
kepada perintah Allah dan Rasul-Nya meskipun Ia tak memiliki jabatan kekuasaan.
Suatu hari, Gubernur Samh bin Malik bertekad untuk menaklukkan seluruh
wilayah Perancis dan menyatukannya dengan wilayah Negara Islam. Hingga
akhirnya terjadilah perang antara tentara Islam melawan tentara Perancis yang
menyebabkan Gubernur Samh gugur karena tertusuk panah musuh. Seketika Al-Ghafiqi
yang turut serta dalam perang mengambil komando menggantikan gubernur Samh, Ia
memimpin pasukan Islam yang hampir menerima kekalahan yang parah.
Setelah perang
tersebut, Al-Ghafiqi diangkat menjadi kepala wilayah daerah Andalusia. Ia juga
ditugaskan oleh Khalifah Umar bin
Abdul Aziz di Damaskus untuk mengurus wilayah Perancis dan sekitarnya. Ia
memulai langkahnya sebagai seorang pemimpin dengan membangkitkan semangat
jihad, memperbaiki dan menyucikan jiwa kaum muslimin. Karena Ia memiliki
prinsip, bahwa kesuksesan dan kemenangan mujahidin tidak akan terjadi jika
benteng jiwa yang dimiliki sudah rapuh. Ia mengajak orang untuk shalat
berjamaah dan menyemangati pasukannya untuk selalu mengharap ridho Allah.
Setelah diangkatnya menjadi kepala wilayah, Al-Ghafiqi
kemudian menyusun strategi perang. Memperkuat daerah kekuasaan dengan
melengkapi persenjataan dan mempersiapkan segala kebutuhan yang dapat menjadi
fasilitas untuk membantu kemenangan perang. Ia memperbaiki camp tentara
yang letaknya berdekatan dengan daerah musuh, membangun benteng dan membangun
jembatan. Jembatan terbesar yang mereka bangun adalah jembatan Qurthubah
(Cordova) di ibukota Andalusia. Jembatan ini dibangun agar masyarakat dan
tentara dapat menyebrangi sungai Cordova. Sampai sekarang, jembatan ini masih
berdiri kokoh sebagai bukti sejarah.
Abdurrahman Al-Ghofiqi merupakan sosok yang berpegang teguh
pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Terbukti dengan perlakuannya saat menghadapi
saudara seimannya yang berkhianat. Ia adalah Utsman bin Abi Nus’ah, Gubernur
Tsughur. Ketika itu Al-Ghofiqi meminta bantuan kepada Utsman untuk membantunya
menaklukan daerah Aquitane. Namun Utsman menolaknya karena daerah Aquitane
merupakan daerah kekuasaan ayah Mertuanya, dan ia telah terikat janji untuk
menjaga daerah tersebut.
Alasan tersebut membuat Al-Ghafiqi geram. Kemudian Ia
mengirim surat kepada Utsman untuk melaksanakan perintahnya dan membatalkan
perjanjiannya, karena perjanjian yang Utsman buat dengan Raja Aquitane tersebut
dibuat tanpa sepengetahuan Gubernur Muslim. Namun Utsman tetap tidak mau
mematuhi perintah Al-Ghafiqi, dan Ia justru mengirim utusan untuk memberitahu
Raja bahwa kaum muslimin akan menyerang daerah Aquitane.
Al-Ghafiqi menerima informasi tentang hubungan Utsman dengan
pihak musuh (Raja Aquitane) bahwa ternyata Utsman telah menikahi Minin, anak
dari Raja Aquitane. Lantas turunlah perintah untuk menangkap Utsman karena Ia
telah berkhianat pada saudaranya sesama Muslim. Al-Ghafiqi tak ragu untuk
melancarkan perintah tersebut karena Ia akan tetap menegakkan kebenaran ajaran
Islam.
Akhirnya, terjadilah pertempuran antara Utsman dengan
pasukan Al-Ghafiqi hingga menyebabkan Utsman dan istrinya tewas karena
dikepung. Berita kematian Utsman dan istrinya terdengar oleh Raja Aquitane. Raja
pun yakin bahwa sebentar lagi tentara Islam akan menyerang daerahnya. Dan benar
saja, Al-Ghafiqi tiba dengan pasukannya dari utara Andalusia, terjadilah
peperangan dahsyat antara pasukan Al-Ghafiqi dan pasukan Raja Aquitane. Perang
ini menyebabkan Raja Aquitane tewas, dan peperangan ini dimenangkan oleh kaum
Muslimin.
Kaum Muslimin banyak mendapat harta rampasan perang yang
semakin menumpuk. Al-Ghafiqi pun khawatir pasukannya akan terlena dengan harta
tersebut dan mengganggu konsentrasinya saat perang. Kemudian Ia memerintahkan
harta rampasan perang itu untuk dikumpulkan dalam kemah khusus dibelakang camp
mereka.
Dilain tempat, khususnya di Eropa terdengar seruan untuk
menghentikan bahaya dari pasukan Muslimin. Penduduk Eropa pun akhirnya bersatu
untuk melawan kaum Muslim dibawah pimpinan Karel Martel. Al-Ghofiqi dan
pasukannya berangkat menuju Kota Poitiers dan bertemulah mereka dengan pasukan
Karel Martel. Terjadilah pertempuran hebat yang dikenal dengan Balathu
Asy-Syuhada.
Pada hari ke delapan perang, kaum muslimin menyerang musuh
secara mendadak hingga dapat melumpuhkan barisan tengah. Dan pada saat yang
bersamaan, musuh datang menyerang kemah penyimpanan harta rampasan perang. Kaum
Muslimin pun banyak yang berbalik arah menyelamatkan harta mereka, hingga
barisan tentara kaum muslimin tidak beraturan lagi. Al-Ghafiqi memerintahkan
pasukannya untuk menutup celah yang dapat ditembus musuh, namun perintahnya tak
didengarkan oleh pasukan Muslim. Sampai pada akhirnya sebatang anak panah
menancap ke tubuh Abdurrahman Al-Ghafiqi hingga ia jatuh dari kudanya. Sang
pemimpin telah syahid di medan perang. Mengetahui pemimpinnya telah syahid,
kaum Muslimin merasa ketakutan dan akhirnya mundur dari peperangan tersebut.
Balathu Asy-Syuhada menjadi sebuah sejarah yang menuliskan
pembelajaran berharga. Pada hari itu kaum Muslim kehilangan sosok pahlawan,
pribadi yang memegang teguh ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Duka perang Uhud
terulang kembali. Pasukan Islam kalah melawan hawa nafsunya. Mereka lebih
mementingkan harta rampasan perang daripada memperkokoh barisan saat perang
sedang berlangsung. Semoga tak ada lagi duka perang uhud dimasa kini.
~
Profile:
Nama: Dita Fauziah
TTL: Depok, 10 September 1998
Alamat: Jl. Studio Alam TVRI RT 05/08 Sukmajaya Depok
Status: Mahasiswi
Instansi: STEI SEBI
Jurusan/Semester: Akuntansi Syariah/2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar