Rabu, 12 Juli 2017

Abdurrahman Al-Ghofiqi






Abdurrahman Al-Ghofiqi:

Duka Perang Uhud, Terulang Kembali





Oleh: Dita Fauziah


Abdurrahman Al-Ghofiqi merupakan seorang pemimpin muslim Andalusia. Beliau merupakan seorang ulama dari kalangan Tabi’in yang hidup di zaman Bani Umayyah. Ia bernama lengkap Abu Said Abdurrahman bin Abdullah bin Bishr bin As-Sarim Al-‘Aki Al-Ghofiqi.

Al-Ghafiqi merupakan sosok yang memiliki kezuhudan terhadap dunia dan memiliki kerinduan mendalam pada syahid di jalan Allah. Al-Ghafiqi pernah bertemu, menimba ilmu dan belajar akhlak dengan Umar bin Khattab. Pengetahuannya tentang Al-Qur’an dan Hadits tidak diragukan lagi. Pengalamannya dalam pertempuran di medan perang juga membuat dirinya dipercaya untuk memimpin peperangan, salah satu perang yang Ia pimpin adalah Perang Balathu asy-Syuhada (Perang Tours).

Balathu asy-Syuhada merupakan perang antara umat muslim melawan pasukan tentara Perancis yang dipimpin oleh Karel Martel. Perang ini terjadi pada 10 Oktober 732 SM di Kota Poitiers, Perancis.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, Samh bin Malik al-Khaulani adalah orang pertama yang ditunjuk menjadi seorang Gubernur untuk mengurus wilayah Perancis. Setelah dilantik, kemudian Ia mencari seorang ulama dari kalangan tabi’in yang masih hidup di wilayah tersebut, dan bertemulah Ia dengan Abdurrahman Al-Ghafiqi.

Karena pengetahuan dan akhlaknya yang luar biasa tersebut, Al-Ghafiqi ditawarkan jabatan untuk mengurus wilayah Andalusia. Namun Al-Ghafiqi menolaknya dengan alasan Ia datang ke daerah tersebut hanya untuk mengetahui batas daerah kaum muslimin dan daerah musuh. Ia hanya meniatkan dirinya untuk menegakkan kalimat Allah. Dan Ia akan selalu mengikuti perintah selama pemimpin tersebut taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya meskipun Ia tak memiliki jabatan kekuasaan.

Suatu hari, Gubernur Samh bin Malik bertekad untuk menaklukkan seluruh wilayah Perancis dan menyatukannya dengan wilayah Negara Islam. Hingga akhirnya terjadilah perang antara tentara Islam melawan tentara Perancis yang menyebabkan Gubernur Samh gugur karena tertusuk panah musuh. Seketika Al-Ghafiqi yang turut serta dalam perang mengambil komando menggantikan gubernur Samh, Ia memimpin pasukan Islam yang hampir menerima kekalahan yang parah.

Setelah perang tersebut, Al-Ghafiqi diangkat menjadi kepala wilayah daerah Andalusia. Ia juga ditugaskan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz di Damaskus untuk mengurus wilayah Perancis dan sekitarnya. Ia memulai langkahnya sebagai seorang pemimpin dengan membangkitkan semangat jihad, memperbaiki dan menyucikan jiwa kaum muslimin. Karena Ia memiliki prinsip, bahwa kesuksesan dan kemenangan mujahidin tidak akan terjadi jika benteng jiwa yang dimiliki sudah rapuh. Ia mengajak orang untuk shalat berjamaah dan menyemangati pasukannya untuk selalu mengharap ridho Allah.

Setelah diangkatnya menjadi kepala wilayah, Al-Ghafiqi kemudian menyusun strategi perang. Memperkuat daerah kekuasaan dengan melengkapi persenjataan dan mempersiapkan segala kebutuhan yang dapat menjadi fasilitas untuk membantu kemenangan perang. Ia memperbaiki camp tentara yang letaknya berdekatan dengan daerah musuh, membangun benteng dan membangun jembatan. Jembatan terbesar yang mereka bangun adalah jembatan Qurthubah (Cordova) di ibukota Andalusia. Jembatan ini dibangun agar masyarakat dan tentara dapat menyebrangi sungai Cordova. Sampai sekarang, jembatan ini masih berdiri kokoh sebagai bukti sejarah.

Abdurrahman Al-Ghofiqi merupakan sosok yang berpegang teguh pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Terbukti dengan perlakuannya saat menghadapi saudara seimannya yang berkhianat. Ia adalah Utsman bin Abi Nus’ah, Gubernur Tsughur. Ketika itu Al-Ghofiqi meminta bantuan kepada Utsman untuk membantunya menaklukan daerah Aquitane. Namun Utsman menolaknya karena daerah Aquitane merupakan daerah kekuasaan ayah Mertuanya, dan ia telah terikat janji untuk menjaga daerah tersebut.

Alasan tersebut membuat Al-Ghafiqi geram. Kemudian Ia mengirim surat kepada Utsman untuk melaksanakan perintahnya dan membatalkan perjanjiannya, karena perjanjian yang Utsman buat dengan Raja Aquitane tersebut dibuat tanpa sepengetahuan Gubernur Muslim. Namun Utsman tetap tidak mau mematuhi perintah Al-Ghafiqi, dan Ia justru mengirim utusan untuk memberitahu Raja bahwa kaum muslimin akan menyerang daerah Aquitane.

Al-Ghafiqi menerima informasi tentang hubungan Utsman dengan pihak musuh (Raja Aquitane) bahwa ternyata Utsman telah menikahi Minin, anak dari Raja Aquitane. Lantas turunlah perintah untuk menangkap Utsman karena Ia telah berkhianat pada saudaranya sesama Muslim. Al-Ghafiqi tak ragu untuk melancarkan perintah tersebut karena Ia akan tetap menegakkan kebenaran ajaran Islam.

Akhirnya, terjadilah pertempuran antara Utsman dengan pasukan Al-Ghafiqi hingga menyebabkan Utsman dan istrinya tewas karena dikepung. Berita kematian Utsman dan istrinya terdengar oleh Raja Aquitane. Raja pun yakin bahwa sebentar lagi tentara Islam akan menyerang daerahnya. Dan benar saja, Al-Ghafiqi tiba dengan pasukannya dari utara Andalusia, terjadilah peperangan dahsyat antara pasukan Al-Ghafiqi dan pasukan Raja Aquitane. Perang ini menyebabkan Raja Aquitane tewas, dan peperangan ini dimenangkan oleh kaum Muslimin.

Kaum Muslimin banyak mendapat harta rampasan perang yang semakin menumpuk. Al-Ghafiqi pun khawatir pasukannya akan terlena dengan harta tersebut dan mengganggu konsentrasinya saat perang. Kemudian Ia memerintahkan harta rampasan perang itu untuk dikumpulkan dalam kemah khusus dibelakang camp mereka.

Dilain tempat, khususnya di Eropa terdengar seruan untuk menghentikan bahaya dari pasukan Muslimin. Penduduk Eropa pun akhirnya bersatu untuk melawan kaum Muslim dibawah pimpinan Karel Martel. Al-Ghofiqi dan pasukannya berangkat menuju Kota Poitiers dan bertemulah mereka dengan pasukan Karel Martel. Terjadilah pertempuran hebat yang dikenal dengan Balathu Asy-Syuhada.

Pada hari ke delapan perang, kaum muslimin menyerang musuh secara mendadak hingga dapat melumpuhkan barisan tengah. Dan pada saat yang bersamaan, musuh datang menyerang kemah penyimpanan harta rampasan perang. Kaum Muslimin pun banyak yang berbalik arah menyelamatkan harta mereka, hingga barisan tentara kaum muslimin tidak beraturan lagi. Al-Ghafiqi memerintahkan pasukannya untuk menutup celah yang dapat ditembus musuh, namun perintahnya tak didengarkan oleh pasukan Muslim. Sampai pada akhirnya sebatang anak panah menancap ke tubuh Abdurrahman Al-Ghafiqi hingga ia jatuh dari kudanya. Sang pemimpin telah syahid di medan perang. Mengetahui pemimpinnya telah syahid, kaum Muslimin merasa ketakutan dan akhirnya mundur dari peperangan tersebut.

Balathu Asy-Syuhada menjadi sebuah sejarah yang menuliskan pembelajaran berharga. Pada hari itu kaum Muslim kehilangan sosok pahlawan, pribadi yang memegang teguh ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah. Duka perang Uhud terulang kembali. Pasukan Islam kalah melawan hawa nafsunya. Mereka lebih mementingkan harta rampasan perang daripada memperkokoh barisan saat perang sedang berlangsung. Semoga tak ada lagi duka perang uhud dimasa kini.
~




Profile:
Nama: Dita Fauziah
TTL: Depok, 10 September 1998
Alamat: Jl. Studio Alam TVRI RT 05/08 Sukmajaya Depok
Status: Mahasiswi
Instansi: STEI SEBI
Jurusan/Semester: Akuntansi Syariah/2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar