Implementasi Wakaf Tunai
Sebagai Pengentasan Kemiskinan
Oleh: Reni Marlina
Kemiskinan
hingga hari ini, terus menjadi problematika di Indonesia. Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) menunjukan angka kemiskinan menurun, namun pemerintah dinilai
semakin lambat mengentaskan kemiskinan. Pada tahun 2011, misalnya jumlah
penduduk miskin mencapai 30.01 juta orang. Sedangkan rilis BPS terbaru
(03/01/2017) menyebutkan tingkat kemiskinan nasional pada september tahun 2016
mencapai 27,76 juta orang atau 10.7% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain,
bahwa tingkat kemiskinan 5 tahun kebelakang hanya turun 2,5 juta orang. Tingkat
kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin meningkat juga menjadi salah
satu faktor penyebab kemiskina. Pengangguran, dan lain sebagainya. Beberapa
kebijakan yang pemerintah berikan tidak dirasa untuk penanggulangan kemiskinan.
Tentu saja penulis berharap, berbagai kebijakan pemerintah apapun itu dapat
direalisasikan dengan baik sehingga dampaknya dapat dirasakan masyarakat.
Berbagai
solusi yang ditawarkan oleh praktisi atau para akademisi ekonomi syariah pun,
bermunculan. Salah satunya dengan ‘wakaf tunai’ yang mungkin pada hakekatnya
merupakan instrument baru. Wakaf tunai ini memberikan kesempatan kepada s etiap
orang untuk bershadaqah jariyah. Orang bisa berwakaf tunai dengan membeli sertifikat
wakaf tunai yang diterbitkan oleh institusi pengelola wakaf (nadzir).
Di berbagai
Negara wakaf tunai sudah tidak asing lagi. Bahkan ada beberapa Negara yang
sudah ditashruffkan dengan berbagai bangunan perkantoran yang di sewakan
kemudian hasil sewa nya di gunakan untuk kegiatan ummat. Wakaf tunai di pandang
sebagai solusi dalam pengentasan kemiskinan. Pertama, wakaf tunai jumlahnya
bervariasi. Sehingga semua orang bisa menjadi muwakif tidak harus selalu
menunggu menjadi tuan Tanah. Sebagai contoh universitas al-azhar, Islamic
Relief, PP Modern Gontor dan lain sebagainya. Yang sudah mampu mengumpulkan
wakaf tunai setiap tahunnya tidak kurang dari 30 juta poundsterling atau hamper
600 miliar. Dana wakaf tunai tersebut kemudian disalurkan kepada lebih 5 juta
orang yang berada di 25 negara.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa wakaf uang atau tunai
telah dipraktikkan oleh masyarakat yang menganut mazhab Hanafi. Terdapat
perbedaan pendapat mengenai hukum wakaf tunai. Imam al-Bukhari (wafat tahun 256
H) mengungkapkan bahwa Imam az-Zuhri berpendapat dinar dan dirham boleh
diwakafkan. Caranya dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha
(dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Dimana wakaf di Indonesia meski telah berkembang
lama, namun pemanfaatannya belum produktif. Belum produktif nya wakaf ini,
terlihat dari kegiatan dan pemanfaatan dana wakaf yang peruntukannya lebih
banyak untuk rumah ibadah, yayasan yatim piatu ataupun tanah makam. Akibatnya
wakaf tidak memiliki manfaat secara ekonomis dan tidak berperan banyak dalam
usaha yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan ummat. Salah satu alternative
produktif wakaf yaitu wakaf harta benda bergerak berupa uang tunai. Kemudian
diakokasikan untuk kegiatan-kegiatan usaha produktif. Dan manfaat yang
diperoleh dapat dibagikan adalah hasil usaha atau keuntungan dari usaha
tersebut. Yang penggunaannya dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif kaum
dhuafa (masyarkat miskin) selaku pengusaha kecil (UMKM) juga bisa diberi
pinjaman atau fasilitas pendanaan dari dana tersebut. Jadi secara bersamaan
dengan adanya wakaf tunai ini dapat meningkatkan sektor usaha rill.
Jika masalah manfaat dari wakaf tunai, tentu jumlah dalam
wakaf tunai bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas
sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan
rumah terlebih dahulu. Selain itu juga memudahkan dan lebih efisiensi
pemanfaatannya. Melalui wakfa tunai, dapat juga membantu kaum dhuafa sebagai
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow nya terkadang kembang kempis
dan menggaji civitas akademika ala kadar nya. maka disini, wakaf tunai juga
dapat dimanfaatkan sebagai beasiswa pendidikan untuk para kaum dhuafa.
Selain itu pula Wakaf dana tunai dengan model usaha dapat
ditingkatkan melalui lembaga-lembaga syari’ah dan LSM lainnya yang merupakan
asset bangsa dalam meningkatkan perekonomian umat Islam di Indonesia sehingga
dapat meminimalisir pengentasan kemiskinan.
Melihat potensi diatas, penulis menyimpulkan
bahwa semua stakeholder baik itu pemerintah, para akademisi, praktisi dan
lainnya hendak memikirkan secara serius upaya untuk menggali potensi ini.
Dengan senantiasa selalu mengkampanyekan dan sosialisasi wakaf tunai ke
berbagai lapisan masyarakat secara masif.
**: Reni Marlina, Kepala Departement Ekspansi
Keilmuan Islamic Economics Forum.
~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar