Sertifikasi Halal pada Produk Makanan
Oleh: Reni Marlina (Writer Executive Media)
Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya muslim. Sertifikasi halal untuk sebuah produk
sebenarnya sudah menjadi suatu keharusan.
Umat muslim tentunya sudah dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal, agar
terhindar dari makanan yang haram dan makanan yang berdampak buruk bagi
kesehatan.
Di Indonesia sendiri
produk halal dikeluarkan oleh DSN MUI (Majelis Ulama Indonesia) terdapat pula
dalam undang-undang mengenai keharusan adanya keterangan
halal dalam suatu produk, dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal (“UU Produk Halal”). UU ini
telah mengatur secara jelas bahwa produk
yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib
bersertifikat halal. Jadi memang pada dasarnya, jika produk yang dijual
tersebut adalah halal, maka wajib bersertifikat halal.
Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat
halal wajib mencantumkan label halal pada:
a. kemasan Produk;
b. bagian tertentu dari Produk; dan/atau
c. tempat tertentu pada Produk.
Bagaimana jika pelaku usaha memproduksi produk
dari bahan yang diharamkan? Pelaku usaha yang memproduksi produk dari bahan
yang berasal dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari mengajukan permohonan sertifikat halal. Pelaku
usaha tersebut wajib mencantumkan
keterangan tidak halal pada produk.
Pada
realita yang ada saat ini bahwa sertifikasi pada produk makanan juga masih
menjadi pro dan kontra. Dimana yang pro berpendapat bahwa sertifikasi halal itu
sangat penting agar terjaganya makanan yang haram dari kita namun, ada yang
beranggapan bahwa sertifikasi halal tersebut justru akan menyulitkan pedagang
kecil atau UKM-UKM yang ada di Indonesia. Saat diharuskannya sertifikasi halal
maka akan berdampak para pedagang.
Sehingga sampai saat
ini pemerintah belum terlalu massif, menyuarakan penjaminan produk halal. Namun, sudah ada
beberapa UU atau RPP yang direvisi oleh pemerintah terkait penjaminan produk
halal. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah. Bukan
hanya pemerintah, namun stakeholder-stakeholder lainnya juga seharusnya ikut ambil
peran berpartisipasi aktif terkait UU produk halal tersebut.
Sebagai Negara dengan
beragam agama memang tidak mudah menetapkan sesuatu yang hanya mendukung satu
pihak saja. Namun, juga kita harus melihat kemaslahatan untuk orang banyak. Solusi
dari pro kontra tersebut bisa teratasi, sertifikasi halal pada produk makanan
yang termasuk bagian dari ekonomi syariah. Maka pengimplementasiannya harus
dengan bertahap. Memberikan edukasi secara massif ke masyarkat umum khususnya
para pelaku ekonomi. Karena pada dasarnya, kita hidup di negara yang
bermayoritaskan islam sudah seharusnya penerapan sertifikasi halal itu diterapkan.
Konsep syariah harus jadi pilihan di Indonesia.
~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar