Perjalanan Seorang Mahasiswa Keperawatan
Oleh: Heroza Harni Skep
Perawat dalam bahasa Inggris: nurse, berasal dari bahasa Latin: nutrix yang
berarti merawat atau memelihara, adalah profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,
mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari
lahir sampai mati.
Perawat bekerja dalam berbagai besar spesialisasi di mana mereka bekerja
secara independen dan sebagai bagian dari sebuah tim untuk menilai,
merencanakan, menerapkan dan mengevaluasi perawatan.
Ilmu Keperawatan adalah bidang pengetahuan dibentuk berdasarkan kontribusi
dari ilmuwan keperawatan melalui peer-review jurnal ilmiah dan praktik yang
dibuktikan berbasis. Ini merupakan bidang yang dinamis praktik dan penelitian
yang didasarkan dalam budaya kontemporer dan kekhawatiran itu sendiri dengan
baik mainstream dan subkultur terpinggirkan dalam rangka untuk memberikan
perawatan budaya paling sensitif dan kompeten.
Saat ini profesi perawat telah mendapatkan perlindungan hukum melalui
disahkannya undang undang keperawatan nomor 38 tahun 2014. Dengan adanya undang
undang ini diharapakan perawat dapat bekerja sesuai peran profesinya secara
lebih profesional, bertanggungjawab dan lebih optimal.
Pendidikan profesi perawat semakin maju, universitas seperti UI
(Universitas Indonesia) telah menawarkan spesialisasi dalam pendidikan
masternya, diantaranya spesialis keperawatan anak, keperawatan jiwa,
keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah.
Pendidikan keperawatan di Indonesia di golongkan menjadi 4 kelompok besar
yakni: Pendidikan vokasi, ditempuh dalam waktu 3 tahun untuk diploma 3 dengan
gelar 'Ahli Madaya Keperawatan (Amd.Kep) dan 4 tahun untuk vokasi khusus dengan
gelar Sarjana Sians Terapan (S.ST). Pendidikan profesional, ditempuh dalam
waktu 4 tahun untuk program Sarjana Keperawatan (S.Kep) dan tambahan 1 tahun
untuk pendidikan profesi Ners (Ns). Pendidikan Master dan Spesialis, yakni
Master Keperawatan (M.Kep) dan terdapat pesialis keperawatan anak, keperawatan
jiwa, keperawatan maternitas, keperawatan medikal bedah. Dan Pendidikan
doktoral, ditempuh untuk melakukan riset tentang keperawatan.
Bagaimana menempuh pendidikan di bidang keperawatan, tentunya banyak hala
yang bisa dibagi. Sebagai mahasiswa yang akan dijalani dalam
keperawatan, meski pada proses dan hasilnya bisa berbeda namun ada jalur yang
sama yang akan dilewati oleh mahasiswa keperawatan. Ada yang melewati jalur
dengan mudah, ada pula yang melewati jalur dengan susah payah bahkan
terseok-seok. Saya yang pernah melewati jalur itu harus bilang itu tidak mudah.
Pendidikan
keperawatan itu terdiri dari pendidikan Diploma 3 (D3) Keperawatan, S1
Keperawatan, Profesi Ners, S2 Keperawatan, S2 Spesialis Keperawatan. Sebelumnya
pernah ada Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) namun dihapuskan oleh Kementerian
Kesehatan (KEMENKES) pada tahun 1999 dan semua SPK dikonversi ke Akademi Keperawatan
(D3). Adapun sekarang ini banyak Sekolah menengah kejuruan Kesehatan (SMK
Kesehatan) sebenarnya bukanlah tingkatan dari sekolah keperawatan, karena siswa
yang lulus dari SMK Keperawatan tidak bisa disebut sebagai perawat.
Untuk
melanjutkan kuliah sudah pasti harus lulus SMA dulu, ada dua piihan. Bisa
kuliah Diploma atau kuliah sarjana. Dilemanya begini, kalau kuliah D3
Keperawatan setelah lulus langsung bisa kerja tapi mentok sebagai perawat
pelaksana, untuk naik jabatan harus lanjut kuliah S1, biasanya disebut jalur
konversi (Bergelar D3 lanjut S1, kuliah 3 semester). Kalau langsung kuliah S1
itu membutuhkan waktu 4 tahun, kalau kuliah D3 dulu kemudian lanjut S1 itu
butuh waktu 4,5 tahun. Yah kalau begitu kenapa tidak langsung kuliah S1
Keperawatan saja?
Sayangnya
gelar S1 Keperawatan tidak bisa digunakan melamar pekerjaan, jika itu
berhubungan dengan pasien (kasarnya tidak boleh menyentuh pasien). Paling
mentok kerja di kefarmasian bagian
sales representative, atau kerja sebagai staf bagian administrasi di rumah
sakit. Membingungkan memang, D3 Keperawatan boleh menyentuh pasien, eh justru
sarjana keperawatan (yang tingkatannya lebih tinggi) justru tidak boleh
menyentuh pasien. Untuk bisa menggunakan gelar S1 bekerja harus dilengkapi
dengan Gelar Ners.
Ners
adalah gelar profesi bagi keperawatan (sama seperti gelar profesi dokter untuk
kedokteran), ners bisa dilanjutkan jika telah menyelesaikan pendidikan sarjana
keperawatan. Kuliah 4 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana ditambah 1 tahun
Praktek (Kuliah di lahan praktek) untuk mendapatkan gelar Ners.
Kalau
diawali dengan kuliah D3 berarti butuh waktu 5,5 tahun untuk mencapai gelar
ners, tentu saja kalau kuliahnya tidak ada masalah atau langsung melanjutkan
kuliah tanpa putus. Kalau lulus SMA langsung kuliah sarjana itu butuh waktu 5
tahun untuk mendapatkan gelar Ners.
Pendidikan
sekarang ini memang bukan barang murah, terutama di keperawatan. kuliah
keperawatan itu kisaran antara 2,5 sampai 3,5 juta per semesternya (SPP). Itu
belum menghitung sumbangan pembangunan (SP), belum termasuk biaya praktek
(beberapa institusi memisahkan biaya kuliah dan biaya praktek, SPP hanya
diperuntukkan untuk perkuliahan di kampus). Belum lagi buku penunjang kuliah
yang harganya ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Kalau
kuliah sarjana selama 4 (empat) tahun itu berarti 8 (delapan) semester, kita
seragamkan, misalkan SPP kita ambil Rp. 3.000.000, berarti dibutuhkan Rp.
24.000.000 sampai selesai. Sumbangan pembangunan diperkiran Rp. 4.000.000,
biaya buku diperkirakan minimal Rp. 2.000.000 per 2 semester berarti Rp.
8.000.000. Biaya praktek rata-rata Rp. 1000.000
per praktek, jika praktek 9 kali akan berjumlah Rp. 9.000.000. Total sebanyak Rp.
45.000.000.
Itu
baru tahap sarjana keperawatan, kalau mau lanjut Ners beda lagi biayanya.
Profesi Ners hanya berlangsung 2 semester, namun biaya yang dibutuhkan besar
karena pelaksanaannya di lahan praktek. Rata-rata harus merogoh kocek hingga
Rp. 20.000.000. Biaya kuliah sarjana ditambahkan biaya kuliah ners mencapai Rp.
65.000.000.
Hitung-hitungan
biaya di atas adalah perkiraan saya sendiri, dasarnya adalah pembiayaan di
beberapa insituti yg saya ketahui. Kemungkinan jumlahnya lebih besar, tapi saya yakin
hanya kemungkinan kecil lebih sedikit. Itupun mengabaikan biaya yang lain seperti
biaya hidup sehari-hari, pelatihan, sewa kost, transportasi dan lain-lain.
Lantas,
setelah selesai kuliah D3 Keperawatan atau Ners sudah bisa langsung kerja? Oh
belum tentu, terutama jika kita
belum memiliki Surat Tanda Registrasi (STR). Untuk mendapatkan STR, masih ada
satu ujian yang harus dilewati meski sudah dinyatakan lulus oleh kampus, yaitu
Uji kompetensi (UKOM). Sebagai bentuk penjagaan kualitas dan ingin menetapkan
standar nasional kompetensi keperawatan, uji kompetensi dilaksanakan sejak 2013
(diatur dalam UU No.36/2014 tentang Tenaga Kesehatan dan UU No.38/2014 tentang
Keperawatan).
Uji
kompetensi Ners adalah salah satu perjalanan mahasiswa keperawatan Sejak pertama kalinya
dilakukan di tahun 2013 hingga pelaksanan yang ke 6 (enam), masih ada sekitar
10% yang tidak lulus UKOM meski telah mengikuti UKOM sebanyak 6 kali.
Pelaksanaan UKOM 2 kali dalam setahun, 6 kali ujian berarti menghabiskan 3
tahun. Uji kompetensi ini seakan menjadi momok bagi mahasiswa keperawatan, bagaimana
tidak? Sudah dinyatakan lulus dari kampus tapi belum diakui kompetensi kalau
belum lulus UKOM.
Barulah
jika lulus UKOM punya hak untuk diberikan STR, tapi jangan berpikir proses
pembuatannya cepat. Menunggu terbitnya STR butuh waktu berbulan-bulan bahkan
tahunan (salah satunya teman saya yang menunggu terbit STR setelah 1 (satu)
tahun menunggu (diatur
dalam Permenkes No. 148 tahun 2010).
Mari
berangan-angan UKOM sudah lulus, STR sudah di tangan. Apakah sudah bisa kerja?
Tunggu dulu, secara legalitas mengantongi ijasah dan STR itu memang sudah bisa
kerja, namun jangan lupa bahwa bukan cuma kita yang mencari kerja, ada banyak
orang dengan tujuan yang sama.
Sementara
itu pilihan bekerja juga tidak banyak, mau jadi PNS kuota sangat terbatas untuk
tenaga kesehatan. Bekerja di rumah sakit swasta pun hanya bisa menampung
puluhan orang, ingin jadi dosen pendidikan minimal S2. Membuka klinik harus
punya modal banyak dan perijinan sana sini, itupun masih sebatas klinik untuk
perawatan luka.
Bekerja
tidak sesuai bidang ilmu? Yah ini banyak dengan terpaksa bekerja tidak sesuai
dengan bidang ilmu, tuntutan ekonomi menyudutkan mereka harus menyimpang dari
jalur keperawatan. Saya punya banyak teman yang bergelar Sarjana Keperawatan +
Ners akhirnya bekerja di bank, bagi saya itu tidak salah karena semua orang
punya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Hebatnya
adalah serumit itu dunia keperawatan, ternyata peminatnya tetap masih banyak.
Saya ingat waktu ketika akan masuk kuliah keperawatan “Perawat itu selalu ada
penerimaan PNS, selalu dibutuhkan, masa depan menjanjikan, karena orang sakit
tidak akan pernah habis”. Kalimat yang akhirnya membuat keluarga meminta saya
kuliah di keperawatan, supaya gampang cari kerja nantinya.
Sepertinya
kalimat itu masih berulang ke beberapa orang yang akhirnya memilih jalur
keperawatan. Bagi kalian yang yang berada pada jalur yang sama, SEMANGAT hidup
kita sudah digariskan, sisa kita mencari di mana garis itu digoreskan. Salam sejawat perawat.
~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar