Kamis, 06 April 2017

PADA SEBUAH ANGKOT






PADA SEBUAH ANGKOT
Oleh: Yean H. De

Prak...prak...prak, derap langkah tegap tujuh pria berjajar serempak, memenuhi hingga garis tengah jalan raya arah Nagrag Tarogong ke Simpang Cipanas, Garut. Sore itu semua mereka berseragam dongker dengan logo “C” di dada, sepertinya baru pulang kerja. Walaupun memang rata-rata mereka itu jauh dari tampan, tapi terlihat sangat percaya diri. Namun, klakson bus Mios telah memporak-porandakan rasa percaya diri dan mengagetkan mereka. Malahan telah membuyarkan formasi barisan. Dengan wajah bersemu merah, mereka berlarian ke arah angkot 04 warna coklat muda. Tujuh pria aneh yang setiap harinya berdinas di puncak Darajat itu, memasuki angkot menuju Pengkolan, Garut.

Di bangku depan, duduk seorang bapak. Sedangkan di bangku samping yang lebih panjang, duduk dua ibu tua. Maka para tokoh kita, yaitu: Bisuang, Yosep, Komar, dan Dindin, hanya duduk di bangku deretan lebih pendek. Sedangkan Dikdik, Ujang dan Endang mengisi bangku deretan yang telah diduduki dua ibu-ibu tua tsb. Praktis hanya menyisakan 2 seat saja, lalu angkot melaju.

Di depan Toserba Aladin naik seorang ABG manis berpakaian berani. Kemudian duduk tepat disebelah Ujang yang lantas jadi gelagapan. Pria dingin asal Cimahi ini, wajahnya jadi berbinar cerah. Operator muda yang terlihat lebih matang dari usia yang sebenarnya ini, memandang takjub kearah si ABG yang mengingatkan kita pada artis Paramitha Rusadi. Didalam hati, Ujang mulai memupuk harapan dan dengan tekad bulat ia membathin: “Wanita inikah yang akan mendampingiku hingga pensiun?”

“Sudah masuk nggak?” suara serak Bisuang yang berbadan ekstra, membunuh lamunan. Tidak ada yang menimpali. “Tapi saya yakin kok”, kembali dia berujar sambil menyeka liurnya yang berhamburan. Lantas, Dindin membalas: “Pasti”, lalu menyeringai memperlihatkan deretan giginya yang besar-besar. Seperti biasanya, kelompok pencinta alam ini ke BNI Cabang Kota untuk mengambil ‘jerih bulanan’ mereka.

Bisuang tenggelam dalam obrolan seru. Adapun Komar, sejak mulai naik hanya diam menatap kosong kedepan tanpa berkedip. Sedangkan Ujang senantiasa tetap mempertahankan senyum, berupaya tampak tampan. Sesekali menjilati bibirnya supaya terlihat segar. Patut dihargai upayanya yang tak kenal lelah berjuang menarik perhatian si ABG. Sayang sekali, belum membuahkan hasil yang memadai. “Maenkan bleh…!” desah parau Yosep menyokong mitra kerjanya itu.

Tidak lama kemudian di depan RM Minang Meriah, naik seorang pemuda berkaca mata hitam. Kembali Ujang, sang tokoh sentral kita kali ini, gelagapan. Hal itu dikarenakan si pemuda gagah tersebut duduk dengan tenang persis di sebelah sang ABG. Lantas Ujang mengumpat dalam hati: “Sialan, ada rival nih....”

Angkot kembali melaju. Barisan Bisuang tidak lepas dari pembicaraan tentang tingginya harga sembako. Komar masih tetap diam menatap pias. Namun angkot terus melaju tanpa hambatan. Sementara itu, Ujang tetap murung memperlihatkan wajah aslinya. Kini dia kehilangan gairah dan tidak lagi pasang aksi senyum, karena merasa kalah pamor dengan sang pemuda trendy itu. Si pemuda hanya acuh saja. Suasana di dalam angkot tidak lagi riuh. Terutama bagi Ujang.

“Entong kitu atuh Jang.... Kalem wee!”, serta-merta si lincah Dikdik berbisik gusar. Rupanya sohib satu kost di Kompleks Jalan Adung, Tarogong ini, membaca gelagat yang terjadi. Lantas mencoba bersikap bijaksana dengan memberi semangat rekannya. Berhasrat ingin mempromosikan temannya, maka dengan tangkas dia berkata: “Neng, perkenalkan nih teman saya..... si Ujang. Orangnya pintar dan lincah lho. Dan, belum punya pasangan tuh!”

Awalnya tidak ada respon dari si ABG. Namun akhirnya si jelita tersebut menjawab acuh tak acuh: “Punten nya. Bapak mau bicara sama saya?” Dia memandang heran seperti melihat makhluk asing, lantas melanjutkan sembari mengerutkan keningnya: “Ada apa pak?” Tanggapan si cantik membuat lunglai fansnya. Ujang dan Dikdik hanya tertegun sembari menelan ludah yang menggenang di mulutnya. Kemudian suasana angkot menjadi senyap tanpa makna.

Ketika angkot mulai memasuki daerah kota, suasana di dalam angkot jadi gempar. Karena tiba-tiba saja berkelebat sebuah bau yang sangat menyengat. Bau tersebut telah membuyarkan segenap lamunan penumpang. Tidak salah lagi, bau tersebut semacam bau gas busuk yang membuat hidung menjadi mengkerut. Mungkin sejenis H2SO4 yang dikeluarkan dari tubuh manusia. Tapi oleh siapa? Tidak ada yang mengaku. Tidak diketahui dari mana sumbernya, semua saling menuduh dalam hati. Dan ketika si ABG menutup hidungnya dengan sapu-tangan, semua mata menghujat tuduhan ke arah Ujang. Memberi kepastian bahwa bau tersebut tentunya berasal tokoh utama kita. Apalagi ketika si awewe memiringkan tubuhnya kearah si kaca mata dan menjauhkan diri dari Ujang. Hal ini tentu saja membuatnya naik pitam.

Dalam galau gelisah yang memalukan itu, terbersit sinar mata memelas di wajahnya yang bulat jeruk. Sungguh malang posisi si Ujang. Tapi situasi tidak berpihak padanya, malahan semakin runyam. Si ABG semakin pucat, karena bau tersebut tidak kunjung sirna. Suasana semakin tidak karuan. Entah apa yang dimakan oleh si pelaku kali ini, menciptakan bau yang sangat pahit. Bagi Ujang sendiri tentunya hal ini sangat traumatis. Niat agar si ABG jatuh hati tidak kesampaian, malahan kini dia resmi jadi tersangka sebagai biang kentut. Alamaaaaak... Awak semakin terpuruk.

Yosep yang tadinya terlihat terkantuk-kantuk, rupanya sejak semula sudah memonitor kejadiannya. Dia hanya senyum-senyum kecil saja. Sepertinya memahami apa yang terjadi atau mengetahui siapa biang keroknya. Ataukah dia sendiri pelakunya? Tetapi tidak mungkin, karena dia duduk di tengah. Arah angin tentunya berasal dari pintu masuk. Dan bau tersebut telah memenuhi setiap inchi ruang angkot.

Semua penumpang berusaha bersikap tenang, memikirkan alibi terbaik dan berupaya jadi detektif ala Hercule Poirot. Hingga akhirnya, terdengar suara si pria trendy menyuruh berhenti: “Kiri, Pir...” Sebelum pria tersebut melompat turun, tiba-tiba saja Yosep berteriak nyaring: “Tunggu Pak Sopir.... Tuh, yang kentut tadi belum bayar.”

Secara spontan dan diluar dugaan, si pria gagah berkaca mata hitam itu lantas menjawab mantap: “Sudah kok!”

Lalu terdengar derai tawa segenap penumpang.... Amboi, kena lu anak muda. Dan, si Ujang pun bergumam lega: “Selamat urang.... euy!”
~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar